Kamis, 14 Mei 2015

DIPANGGIL UNTUK MENJADI PELAYAN



Bacaan: GALATIA 5 : 13 – 15

Sebab mereka yang menyunatkan dirinyapun, tidak memelihara hukum Taurat. Tetapi mereka menghendaki, supaya kamu menyunatkan diri, agar mereka dapat bermegah atas keadaanmu yang lahiriah. Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia. Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya. Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah. Selanjutnya janganlah ada orang yang menyusahkan aku, karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus.  
Tidak ada seorang pun yang menjadi Kristen lalu berdiam diri. Ini  keliru! Mengikut  Yesus berarti giat melayani dunia dengan talentanya masing-masing. Sayangnya,  banyak orang berpikir  menjadi Kristen  yang penting sudah percaya, habis perkara. Mengikut Yesus sesungguhnya dipanggil untuk melayani dunia. Ya, seperti yang Yesus lakukan ketika  Ia berada di bumi ini. Orang lapar diberi makan. Yang sakit disembuhkan. Orang asing diberi tumpangan. Yatim-piatu serta janda-duda yang miskin dipelihara. Malas diajak  bekerja. Yang bodoh diajar jadi pandai. Yang sombong menjadi rendah hati. Pemarah menjadi peramah. Yang bringas  menjadi lembut penuh cinta kasih. Dan sebagainya. Ya, kita dipanggil melayani untuk merestorasi yang telah rusak oleh dosa. 

Saat ini kita menyaksikan orang yang melayani Tuhan dengan setia tinggal sedikit. Banyak terjebak dengan motivasi mencari keuntungan. Tak sedikit orang yang mengaku pelayan Tuhan, berubah menjadi pekerja yang mencari  keuntungan di ladang Tuhan. Banyak yang mengaku budak Tuhan, justru memperlakukan Tuhan sebagai budaknya. Fenomena ini semakin menggejala. Tragisnya Injil yang adalah Kabar Baik dari Tuhan telah menjadi komoditas bisnis yang sangat laku dijual.

Siapakah hamba  Tuhan itu? Dalam Alkitab hamba itu adalah seseorang yang menyerahkan dirinya seanterunya kepada seseorang. Jadi hamba berarti segala haknya digugurkan demi kepentingan tuannya dan tidak  mencari keuntungan dari tuannya. Apalagi mau menipu tuannya, sungguh jauh dari niatnya. Seorang pelayan bukanlah pekerja atau orang upahan. Pelayan itu seperti Yesus: dari perbendaharaannya, dilayankan kepada orang lain tanpa menuntut imbalan jasa. Seorang pekerja adalah seorang penjual jasa yang bekerja bila ada upah menanti.

Kalau kita  perhatikan pelayanan Kristen saat ini,  mulai menyimpang dari pola pelayanan Yesus. Saat ini ada hamba Tuhan yang suka melayani kalau imbalan materinya besar. Hal ini nampak juga pada sebagian pendeta jemaat yang hanya suka melawat  orang kaya daripada jemaat miskin. Tragisnya semakin banyak pelayan Tuhan yang dilayani daripada melayani alias lebih suka menerima daripada memberi.

Haruskah pola-pola yang tidak sesuai dengan Injil Kristus kita pertahankan lagi? Tentu tidak! Sebagai murid Yesus kita harus rela berkorban bukan menjadikan orang lain korban kepentingan kita. Kita harus punya prinsip iman: sekalipun semua hamba Tuhan menjual Yesus, saya tidak! Ini tidak gampang, tetapi sikap ini harus  dipegang agar  banyak orang miskin, teraniaya, terlantar dan berdosa dapat merasakan  pelayanan Yesus melalui kita!
 













    

Rabu, 25 Februari 2015

BELAJARLAH KEPADA SEMUT


Bacaan: Amsal 6:6-11

Kemalasan merupakan kenyataan yang disoroti dalam masyarakat dari dulu sampai sekarang ini. Pada hakikatnya, kemalasanlah penyebab dari adanya kemiskinan. Kemalasan yang  berakibat pada kemiskinan, memang ditakutkan oleh para Guru Hikmat. Mereka kemudian berupaya mengajarkan agar umat memiliki hikmat sebagai panduan hidup. Ini dengan maksud, agar umat mencapai kehidupan sesuai dengan kehendak Ilahi demi  menikmati keberhasilan hidup. Amsal mencela orang pemalas bukan sekedar kemalasannya, tetapi dosa yang terkait dengan kemalasan itu. Kemiskinan yang diakibatkan oleh kemalasan adalah dosa.
    Belajar kepada semut menuntun umat untuk melihat ketekunan, disiplin dan kerajinan yang dilakukanya untuk menjaga hidup. Orang malas dapat belajar dari semut dengan memperhatikan bagaimana semut bekerja keras. Semut tak pernah berhenti bekerja dan tak memboroskan banyak waktu. Dengan belajar dari semut, pemalas didorong untuk meneladaninya dan menjadi bijak. Orang malas segan untuk mengantisipasi kesulitan masa depan dan tak mau bersiap untuk mengatasinya. Karena itu mereka akan mengisi hari-harinya dengan makan, foya-foya dan tidur. Seorang pemalas intelektualitasnya juga lemah, ia tidak hanya tak bersedia, tetapi memang tak mampu mengantisipasi kesulitan dan mencari solusinya. Kemalasan membuat ia tak dapat melindungi diri dari kemiskinan dan kekurangan yang datang seperti “penyerbu”.
    Semut dapat bekerja dengan hasil maksimal karena tiap-tiap semut mampu mendisplinkan dirinya. Spesifikasi dari sikap dan tingkahlaku semut, yang perlu diobservasi dan diteladani adalah pertama, semut tidak mempunyai pemimpin tetapi bekerja dengan teratur dan efiesen; kedua, semut mengumpulkan makanan untuk masa depan. Firman ini bertujuan untuk menegur perilaku umat supaya bangkit dan bekerja untuk melakukan pembaharuan hidup, agar kesejahteraan dinikmati. Kemalasan bukan hanya mengakibatkan kemalasan tapi juga dosa sebab dari kemalasan terbitlah berbagai niat jahat dan perbuatan-perbuatan jahat. Karena itu kemiskinan membutuhkan tindakan pembebasan yang dimulai dari si miskin sendiri, bukan dari orang lain. 

Kamis, 29 Januari 2015

MOTIVASI DALAM MEMBERI



Markus 14:3-9
“Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan”
Filipi 2:13
Beberapa hari lalu website www.apakabardunia.com memuat  kisah nyata tentang pengayuh becak yang bernama Bai Fang Li. Bai Fang Li adalah kakek yang berusia 91 tahun. Melalui hasil mengayuh becak sang kakek menyumbangkan hasil dari pekerjaannya untuk sebuah yayasan yatim piatu. Total sumbangan yang ia berikan pada yayasan itu 350.00 yuan atau setara dengan Rp 472,5 juta. Tahun 2005 kakek ini meninggal setelah terserang penyakit kanker paru-paru.
   Kerelaan juga dapat kita lihat dari kisah seorang wanita yang mengurapi Tuhan Yesus. Ketika Yesus sedang berada di Betania, datanglah seorang wanita membawa buli-buli pualam berisi minyak narwastu. Kemudian, ia mencurahkan minyak itu dan mengurapi kepala Yesus. Tidak ada seorang pun yang menyuruh ia melakukan hal tersebut, dia melakukan itu atas inisiatifnya sendiri. Wanita ini tidak memikirkan tentang mahal atau tidaknya minyak narwastu itu.
   Cara terbaik dalam memberi adalah tidak memikirkan imbalan apa yang akan kita terima. Namun kenyataan sekarang berbanding terbalik, banyak orang berlomba-lomba memberi hanya untuk agar supaya dipandang orang. Jika dalam memberi kita masih memikirkan imbalan maka harusnya Anda malu dan contohlah kakek Bai Fang Li dan wanita yang diurapi Yesus mereka dalam bekerja tidak memikirkan untung dan rugi. Tetapi bagaimana menyenangkan hati Tuhan. Milikilah hati yang rela memberi karena itu adalah kunci untuk melayani Tuhan dengan sukacita.
Diberkatilah orang-orang yang memberi tanpa mengingat dan yang menerima tanpa lupa. (Elizabeth Bibesco)