Eka
dilahirkan dengan nama The Oen Hien sebagai anak sulung dari dua bersaudara
dalam sebuah keluarga sederhana pemilik warung kecil yang hidupnya seringkali
pas-pasan. Kadang-kadang selama berminggu-minggu mereka hanya mampu makan
singkong. Pada 1953 ia lulus dari SD Masehi di Magelang, lalu melanjutkan ke
SMP BOPKRI dan lulus dari sana pada 1957. Setelah lulus dari SMA Negeri
Magelang pada 1960, ia mula-mula berkeinginan melanjutkan pendidikannya ke
Akademi Militer Nasional yang juga terletak di Magelang, karena ia selalu
terkesan oleh penampilan para taruna yang rapi dan gagah. Selain itu, ia juga
banyak berteman dengan anak kolong - sebutan untuk anak-anak dari keluarga
militer - yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Meskipun dilarang, dengan
sembunyi-sembunyi Eka sering pergi mengunjungi teman-temannya di kompleks
militer. Dengan mereka, Eka kerap kali berkeliling naik sepeda ke daerah
Pecinan, sambil mengenakan sarung dan peci. Seperti umumnya anak-anak lelaki
seusianya, tak jarang Eka bersama teman-temannya terlibat dalam perkelahian.
Mengingat
kondisi keuangan keluarganya, akhirnya Eka memutuskan untuk tidak melanjutkan
studinya ke Akademi Militer, melainkan menerima ajakan seorang temannya untuk
bersama-sama mendaftar di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (STT Jakarta) untuk
menjadi pendeta. Pertimbangannya, belajar di STT Jakarta ia dapat meminta
bantuan beasiswa.
Setelah
lulus ujian masuk, Eka tinggal di asrama STT Jakarta. Meskipun mendapat bantuan
beasiswa, kesulitan keuangan Eka ternyata tidak begitu saja selesai. Dalam
keadaan terdesak karena kiriman orangtuanya terlambat datang atau memang sangat
terbatas. Masalah keuangan kemudian sedikit teratasi setelah dia diterima
mengajar di SMA BPSK Jakarta, dengan gaji Rp 1.500 sebulan.
Sejak
duduk di bangku kuliah, Eka sudah aktif dalam kegiatan berorganisasi dan
bergereja. Ia aktif dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan pernah
menjabat sebagai salah satu anggota Pengurus Pusat organisasi itu (1962-1966).
Ia juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Gerakan Siswa Kristen Indonesia
(GSKI) (1962-1966). Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan Dewan Gereja-gereja
di Indonesia (DGI), yang kini telah berubah nama menajdi Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia. Keaktifannya di DGI membuat ia mendapatkan beasiswa
tambahan, sehingga hidupnya menjadi lebih terjamin. Di luar itu, ia aktif
sebagai anggota Front Pemuda Pelajar pada 1965-1966.
Pada
1966 Eka lulus dari kuliahnya di STT Jakarta dan ia segera melayani sebagai
pendeta di sebuah jemaat GKI Jawa Barat di daerah Jakarta Timur. Di sini bakat
kepemimpinan dan pemikiran-pemikirannya kembali mendapatkan penghargaan dari
rekan-rekannya, sehingga pada usia yang masih sangat muda, pada 1968, ia
diangkat menjadi Ketua Sinode di Gerejanya. Sebelas tahun setelah melayani
penuh di Gereja, Eka mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studinya di
Boston College di Boston dan Seminari Teologi Andover Newton, di Newton Center,
kedua-duanya terletak di negara bagian Massachusetts, Amerika Serikat.
Pada
tahun 1982 Eka lulus dengan gelar Ph.D. dalam bidang Agama dan Masyarakat. Eka
menulis disertasinya dengan judul Pancasila and the Search for Identity and
Modernity in Indonesian Society - An Ethical and Cultural Analysis. Dalam
disertasinya ini, Eka berargumentasi bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi
yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, karena ideologi ini
bersifat inklusif. Pemikiran ini berbeda dengan penafsiran Pancasila yang
muncul di masa pemerintahan Orde Baru, khususnya pada tahun-tahun terakhirnya,
yang justru mengharamkan perbedaan pendapat dan kemajemukan budaya Indonesia.
Pemikiran-pemikiran
Eka Darmaputera tidak luput dari perhatian pendidikan teologi di dunia,
sehingga pada Desember 1999, Seminari Teologi Princeton di New Jersey, Amerika
Serikat, menganugerahkan kepadanya Kuyper Prize for Excellence in Reformed
Theology and Public Life.
Sejak
awal kariernya sebagai seorang pendeta dan teolog, Eka telah aktif sebagai
penganjur gerakan ekumenis antara pihak Protestan dan Katolik, dan antara pihak
Kristen dengan agama-agama lainnya. Bersama-sama dengan Abdurrahman Wahid, Gedong
Bagus Oka, dll. Eka adalah salah satu tokoh di balik pembentukan Dian/Interfidei, sebuah organisasi yang
aktif bergerak dalam dialog antar iman dan berkedudukan di Kaliurang, Sleman. Eka
juga pernah duduk sebagai anggota Majelis Pekerja Harian Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia dan mengajar sebagai dosen di STT Jakarta dan
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Eka adalah salah satu dosen dari
Southeast Asia Graduate School of Theology yang berkedudukan di Manila,
Filipina.
Eka
telah lama mengidap penyakit lever yang kemudian berkembang menjadi sirosis dan
kanker hati. Penyakitnya ini menggerogotinya selama bertahun-tahun, hingga
akhirnya pada 29 Juni 2005 ia menghembuskan napasnya yang terakhir di Rumah
Sakit Mitra Internasional, Jakarta. Jenazahnya sempat disemayamkan beberapa hari
di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jl. Bekasi Timur, Jakarta Timur, gereja yang
dilayaninya sejak pertama kali lulus dari STT Jakarta hingga kematiannya dan
kemudian dikremasikan di Krematorium Cilincing.
Eka
meninggalkan seorang istri, Evang Meyati Kristiani, seorang ahli pendidikan dan
seorang anak laki-laki Arya Wicaksana, yang tinggal di Australia bersama
istrinya Vera Iskandar.
Ini
adalah sebagian dari karya tulis Eka Darmaputera:
Spiritualitas
Siap Juang: Khotbah-khotbah tentang Spiritualitas Masa Kini (2004)
Jalan
Kematian, Kehidupan: Khotbah-khotbah pra-Paskah dan Paskah (2003)
Etika
sederhana untuk semua: perkenalan pertama (1987, 2002) Jakarta: Gunung Mulia.
ISBN 979-415-187-4
Etika
sederhana untuk semua: Bisnis, Ekonomi dan Penatalayanan (1990, 2002), BPK
Gunung Mulia. ISBN 979-415-477-6
Pergulatan
kehadiran Kristen di Indonesia: teks-teks terpilih Eka Darmaputera (2001)
Kepemimpinan
Kristiani: Spiritualitas, Etika, dan Teknik-teknik Kepemimpinan dalam Era Penuh
Perubahan (2001)
Gereja
dan Reformasi: Pembaruan Gereja menuju Indonesia Baru (1999)
AIDS:
Kutukan Tuhan? Beberapa Catatan Medis, Teologis dan Etis (1995)
Pancasila,
Identitas dan Modernitas: Tinjauan Etis dan Budaya (1987)
Pancasila
and the Search for Identity and Modernity in Indonesian Society: a Cultural and
Ethical Analysis, Leiden, New York: E.J. Brill, (1988)
Konteks
Berteologi di Indonesia: Buku Penghormatan untuk HUT ke-70 Prof. Dr. P.D.
Latuihamallo (sebagai penyunting, 1988)
Toleransi,
Kerukunan, Pembangunan (1970)
Keluarga
Berentjana dalam Rangka Keluarga Bertanggung djawab (1972)
Sumber Bacaan
Wikipedia
http://pelitaku.sabda.org/pemikir_hebat_eka_darmaputera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar