Rabu, 18 Juli 2012

SUSANTI KARTININGRUM RINTIS USAHA BRIDAL DENGAN AIR MATA

Susanti Kartiningrum seorang pengusaha bridal yang sukses, namun tidak ada yang menyangka perjuangan kerasnya berawal dari kerasnya kehidupan di masa lalunya.
Kisah Susanti bermula ketika dia dan kakaknya harus tinggal di panti asuhan karena ayah mereka mengalami kebangkrutan. Susanti yang saat itu masih kecil harus menelan air mata dan menahan kepedihan karena kehilangan kasih sayang. “Pada waktu seperti itu, tidak ada dekapan rasa nyaman, tidak ada kasih sayang, tidak ada yang dekap saya. Sehingga saya merasa saya hidup sendiri,” ungkap Susanti.
Pedihnya hidup 15 tahun di panti asuhan harus ditambah dengan pahitnya kemiskinan yang dialaminya. Hal itu membuat Susanti bertekad untuk keluar dari kemiskinan. “Saya tidak mau hidup miskin lagi, nanti kalau saya sudah besar saya mesti (harus) berjuang, saya mesti bekerja, pokoknya saya mau hidup layak. Saya nggak mau hidup miskin dan minta-minta orang lagi,” ujarnya.
Keinginan Susanti untuk keluar dari kemiskinan membuatnya menjalani berbagai pekerjaan dari staff administrasi di rumah sakit, hingga menjadi seoragn guru. Namun dari berbagai pekerjaannya, ada satu pekerjaan yang membuatnya jatuh cinta.
“Nggak tahu saya bisa suka sekali sama hal-hal yang berhubungan dengan kecantikan. Dan saya merasa saya bisa. Ada satu keberanian-keberanian, yang muncul begitu saja secara otodidak. Ternyata saya itu hobi,” ungkap Susanti.
Disitulah awal tekad Susanti untuk merintis usaha salon di Semarang yang diberinya nama “Kezia”. Ia pun menikah dengan kekasihnya dan dianugerahi dua orang anak laki-laki yang sangat dikasihinya. Namun indahnya bahtera pernikahan tidak lama dirasakannya.
Pertengkaran demi pertengkaran terus mereka lalui. Takut merusak perkembangan jiwa anak-anaknya, Susanti memutuskan untuk berpisah dari suaminya. “Saya nggak mau masa lalu saya terulang kembali dalam hidup anak-anak saya. Saya nggak mau mereka hidup dalam kekerasan. Saya berpikir lebih baik saya mengayomi anak-anak saya sendiri,” kisah Kezia tentang awal perpisahannya dengan suami.
Perpisahannya dengan suami ternyata membuat Susanti semakin tertekan dengan keadaan. “Keaadan itu menekan saya, terutama pandangan masyarakat dan itu sangat memukul perasaan saya,” ucapnya.
Pertentangan batin mulai dirasakan Susanti. Hatinya kelu dengan peristiwa-peristiwa buruk yang menimpa hidupnya. “Kok Tuhan bisa mengizinkan hal ini terjadi? Kok rasanya nggak adil, karena saat itu saya berpikir saya sudah melakukan semua hal yang baik,” ungkap Susanti.
“Saya sudah berkorban untuk keluarga saya, saya juga sudah bantuin banyak hal, saya sudah didik anak-anak saya, pokoknya saya sudah lakukan banyak hal untuk keluarga saya! Tapi kok akhirnya saya begini, saya jadinya kecewa,” tambahnya.
Kekecewaan terus memenuhi hati Susanti, hingga suatu hari seorang teman menelponnya. Dari teman itulah Susanti kembali mendapat penguatan, ia pun disarankan untuk melepaskan pengampunan untuk orang-orang yang telah menyakiti hatinya. Susanti kemudian bertekad untuk keluar dari bayang-bayang kekecewaannya selama ini.
“Saya berjuang setengah mati untuk mengambil keputusan mengampuni. Pada waktu itu saya berteriak, saya bilang: ‘Tuhan, oke saya ampuni!’ Tiba-tiba ada damai sejahtera dan tidak pernah saya alami dan saya mulai kuat lagi,” ungkap Susanti menceritakan lahirnya kembali pengharapannya.
Sikap Susanti bahkan membuatnya mempunyai kerinduan untuk dapat bersatu lagi dengan suaminya. Hal itu langsung diungkapkannya dalam doa. “Tuhan okelah suatu hari, kalau dia sudah tua nanti saya akan rawat dia. Saya akan tetap merawat bapak dari anak-anak saya,” ungkapnya.
Berbekal dengan sisa uang tabungannya, Susanti mencoba mengadu nasib di Jakarta dengan membuka usaha serupa. Namun lagi-lagi, Susanti belajar bahwa hidup tidak semudah bayangannya. Ia pun sempat merasa depresi dan kembali mempertanyakan Tuhan. “Saya nangis kepada Tuhan, ‘Tuhan ini apa, kok saya jadi seperti ini? Apakah saya salah? pokoknya Tuhan harus jawab dan buat saya sampai mengerti mengapa ini bisa terjadi,’” Susanti galau.
Namun Susanti mendapat sebuah pencerahan. “Setiap hidup itu adalah proses, Tuhan bilang serahkan semua yang ada pada hidup kamu kepada Saya,” kisahnya.
Pencerahan ini membuat Susanti makin bersemangat. Kini dia menyerahkan usahanya itu kepada Tuhan, dan Tuhan pun menunjukan kuasa-Nya. “Pada waktu saya nggak ada uang mau bayar tagihan besok gitu, saya bilang sama Tuhan gini, ‘Tuhan, usaha ini milik Tuhan. Tuhan kasi berkat yaa’,” kisahnya.
Doa sederhana itu membawa sebuah mujizat. Pada malam hari ada orang yang ingin melihat koleksi gaun pengantin miliknya. Susanti melayani pengunjungnya itu dengan ramah, dan akhirnya sebuah gaun rancangannya laku terjual. Dari uang inilah Susanti mampu membayar tagihannya esok hari.
“Saya ngerti sekali bahwa ini bukan kebetulan, tapi ini mujizat yang Tuhan buat dalam diri saya. Sejak hari itu saya bisa melihat, kebaikan-kebaikan Tuhan itu beruntun dalam kehidupan saya. Jadi saya percaya bahwa hidup kita bener-bener dipelihara. Sejak itu saya makin beriman, makin mengerti dan nggak takut,” ungkap Susanti.
Usaha Susanti pun semakin maju. Dari Mangga Besar, Kezia Bridal pindah ke Kelapa Gading dan semakin berkembang. Namun di saat yang sama, Susanti mendapat kabar bahwa suaminya jatuh sakit dan membutuhkan dukungan dari keluarga.
“Ada suara gitu di hati saya, sepertinya Tuhan ngomong ‘Ini waktunya Nak kamu tolong dia (suami Susanti)’. Yaa saya mau taat aja, saya telepon anak saya dan beri tahu bahwa ini adalah yang Tuhan mau. Jadi apa yang mama lakukan adalah yang Tuhan mau,” kisah Susanti.
Keputusan Susanti untuk menerima suaminya kembali semakin melengkapi kebahagiaan keluarganya. Dan dari semua pengalaman yang ia alami, Susanti mendapat banyak pelajaran berharga. “Berubahlah, saya banyak berubah. Kalau mungkin dulu keras, gampang tersinggung, gampang marah, saya lihat sekarang saya mungkin sudah tidak seperti itu lagi. Saya sudah terbiasa, menjadi gaya hidup untuk kita mengampuni orang lain,” ungkap Susanti.
“Hidup itu perlu diperjuangkan, tapi dengan siapa kita berjuang itu masalahnya. Kalau kita berjuang bersama Tuhan Yesus, nggak ada sesuatu pun yang kita tidak bisa capai. Pasti bisa!” tambah Susanti.
Kisah hidup Susanti ini pun menginspirasi keluarganya. “Pelajaran hidup yang bisa saya ambil dari mama adalah, dia benar-benar bergantung terhadap Tuhan, menjadi contoh terhadap anak-anaknya, seorang yang berani dan teguh dalam melakukan segala hal. Hingga kita pun anak-anaknya belajar untuk bergantung kepada Tuhan sepenuhnya dalam segala hal,” ucap Dhani Yufisa, putra Susanti.


“Nyatanya sampai hari ini, sebagaimana saya ada sampai saat ini bukan karena kuat dan gagah saya. Tetapi karena saya tahu bahwa kesanggupan saya adalah kesanggupan Allah dalam hidup saya,” Susanti menutup kesaksiannya.
Sumber Kesaksian:
Susanti Kartiningrum (jawaban.com)

Tidak ada komentar: